.

Jumat, 04 Maret 2011

Nasehat Ibrahim bin Adam kepada seorang ahli maksiat

Dikisahkan pada suatu hari, Guru Sufi yang terkenal, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang layak disebut sebagai ‘ahli maksiat’ karena sudah sekian lama ia hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu dan merampok, suka minum khamr, dan tidak pernah bosan berzina.
Ahli maksiat ini berniart untuk tobat dan mengadu (curhat) serta meminta nasehat kepada Ibrahim bin Adham,
“Wahai tuan guru, aku seorang pendosa yang rasanya idtak mungkin bisa keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan-ku yang sangat tercela selama ini?”
Ibrahim bin Adham menjawab, “Baik anak muda, Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.
“Apa 5 hal yang Anda maksudkan itu Tuan Guru?”
“Yang pertama, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu.”
Ahli maksiat itu terperangah, “Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan di lubang semut sekalipun.”
Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Lalu mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat?”
Ahli maksiat itu lalu tertunduk dan berkata,”katakanlah yang kedua, Tuan guru!”
Ibrahim bin Adam kemudian melanjutkan nasehatnya,
“Kedua, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan pernah lagi kamu makan rezeki Allah.”
Pendosa itu kembali terperangah, “Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua.”
Ibrahim bin Adham menjawab, “Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk terus makan darinya?”
“Sekali-kali tidak Tuan Guru!” kata Ahli maksiat itu.
“Sekarang katakanlah yang ketiga, Tuan guru.”
Ibrahim bin Adam melanjutkan,”Ketiga, kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah.”
Sekali lagi ahli maksiat itu tersentak, “Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milikNya juga?”
Ibrahim bin Adham menjawab,”Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari semua miliknya, akankah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?”
Ahli maksiat itu kembali terdiam, air matanya menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata,
“Aku mohon katakanlah yang keempat, Tuan guru.”
“Baik anak muda” Ibrahim bin Adam melanjutkan,
“Yang keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut.”
“Bagaimana mungkin itu terjadi, Tuan guru? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?”
Ibrahim bin adham menjawab, “Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya?”
Nampak air mata menetes semakin deras dari kelopak mata ahli maksiat tersebut, kemudian ia berkata,
“Wahai tuan guru, mohon katakanlah hal yang kelima.”
“Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu.”
Ajli maksiat itupun berkata, “Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan guru? Bukankah hidup hanya sekali? “
Ibrahim bin Adham pun lalu berkata, “Oleh karena hidup hanya sekali anak muda, dan kita tidak pernah tahu kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?”
Seketika ahli maksiat itupun langsung pucat, dan dengan surau parau menahan ledakan tangis ia mengiba, “Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi mendengarnya. Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah.”

Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenal kemudian bahwa ahli maksiat itu telah melakukan tobat yang benar-benar tobat (taubatan nasuha) dan menjadi seorang ahli ibadah yang menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu’ serta menjauh dari perbuatan-perbuatan tercela yang dahulu selalu ia kerjakan.
Sahabatku rahimakumullah,
Dari kisah sufi di atas, tentunya banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari nasehat Ibrahim bin Adam agar kita menjauh dari segala bentuk kemaksiatan. Apabila kita masih melakukan kemaksiatan, renungkanlah 5 nasihat di atas, Semoga kisah ini menjadi renungan bagi kita bersama dalam menapaki setiap langkah kita selagi kita masih diberi kesempatan oleh Allah hidup di dunia. Wallahualam bisawab.

Ibrahim Bin Adam Dan Pengembaraanya Mencari Allah

Dia adalah raja di Balkh satu wilayah yang masuk dalam kerajaan Khurasan, menggantikan ayahnya yang baru mangkat.
Sebagaimana umumnya kehidupan para raja, Ibrahim bin Adham juga bergelimang kemewahan. Hidup dalam istana megah berhias permata, emas, dan perak.
Setiap kali keluar istana ia selalu di kawal 80 orang pengawal. 40 orang berada di depan dan 40 orang berada di belakang, semua lengkap dengan pedang yang terbuat dari baja yang berlapis emas.
Suatu malam, ketika sedang terlelap tidur di atas dipannya, tiba tiba ia dikejutkan oleh suara langkah kaki dari atas genteng, seperti seseorang yang hendak mencuri.
Ibrahim menegur orang itu,”Apa yang tengah kamu lakukan di atas sana?”
Orang itu menjawab, “Saya sedang mencari ontaku yang hilang.”
“Apa kamu sudah gila, mencari onta di atas genteng,” sergahnya.
Namun orang itu balik menyerang, “Tuan yang gila, karena tuan mencari Allah di istana.” Jawabannya membuat Ibrahim tersentak, tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu.
Ia gelisah, kedua matanya tidak dapat terpejam, terus menerus menerawang merenungi kebenaran kata kata itu. Hingga adzan Shubuh berkumandang Ia tetap terjaga.
Esok harinya, keadaannya tidak berubah. la gelisah, murung, dan sering menyendiri. la terus mencari jawaban di balik peristiwa malam itu.
Karena tidak menemukan jawabannya, sementara kegelisahan hatinya semakin berkecamuk, ia mengajak prajuritnya berburu ke hutan, dengan harapan beban di kepalanya sedikin berkurang.
Akan tetapi, sepertinya masalah itu terlalu berat baginya, sehingga tanpa disadarl kuda tunggangan yang ia pacu sejak tadi telah jauh meninggalkan prajuritnya, ia terpisah dari mereka, jauh ke dalam hutan, menerobos rimbunnya pepohonan tembus ke satu padang rumput yang luas. Kalau saja ia tidak terjatuh bersama kudanya, mungkin ia tidak berhenti.
Ketika ia berusaha bangun, tiba tiba seekor rusa melintas di depannya. Segera ia bangkit, menghela kudanya dengan cepat sambil mengarahkan tombaknya ke tubuh buruannya. Tetapi, saat dia hendak melemparkan tombaknya, ia mendengar bisikan keras seolah memanggil dirinya, “Wahai Ibrahim, bukan untuk itu (berburu) kamu diciptakan dan bukan kepada hal itu pula kamu diperintahkan!”
Namun, Ibrahim terus berlari sambil melihat kiri kanan, tapi tak seorang pun di sana, lalu ia berucap, “Semoga Allah memberikan kutukan kepada Iblis!”
Dia pacu kembali kudanya. Namun, lagi-lagi teguran itu datang. Hingga tiga kali. la lalu berhenti dan berkata, “Apakah itu sebuah peringatan dari Mu? Telah datang kepadaku sebuah peringatan dari Allah, Tuhan semesta alam. Demi Allah, seandainya Dia tidak memberikan perlindungan kepadaku saat ini, pada hari hari yang akan datang aku akan selalu berbuat durhaka kepada Nyal”
Setelah itu, ia menghampiri seorang penggembala kambing yang ada tidak jauh dari tempat itu. Lalu memintanya untuk menukar pakaiannya dengan pakaian yang ia pakal.
Setelah mengenakan pakalan usang itu, ia berangkat menuju Makkah untuk mensucikan dirinya. Dari sinilah drama kesendirian Ibrahim bermula. Istana megah ia tinggalkan dan tanpa seorang pengawal ia berjalan kaki menyongsong kehidupan barunya.
Berbulan bulan mengembara, Ibrahim tiba di sebuah kampung bernama Bandar Nishafur. Di sana ia tinggal di sebuah gua, menyendiri, berdzikir dan memperbanyak lbadah. Hingga tidak lama kemudian, keshalihan, kezuhudan dan kesufiannya mulai dikenal banyak orang. Banyak di antara mereka yang mendatangi dan menawarkan bantuan kepadanya, tetapi Ibrahim selalu menolak.
Beberapa tahun kemudian, ia meninggalkan Bandar Nishafur, dan dalam perjalanan selanjutnya menuju Makkah, hampir di setiap kota yang ia singgahi terdapat kisah menarik tentang dirinya yang dapat menjadi renungan bagi kita, terutama keikhlasan dan ketawadhuannya.
Pernah satu ketika, di suatu kampung Ibrahim kehabisan bekal. Untungnya, ia bertemu dengan seorang kaya yang membutuhkan penjaga untuk kebun delimanya yang sangat luas. Ibrahim pun diterima sebagai penjaga kebun, tanpa disadari oleh orang tersebut kalau lelaki yang dipekerjakannya adalah Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang sudah lama ia kenal namanya. Ibrahim menjalankan tugasnya dengan baik tanpa mengurangi kuantitas ibadahnya.
Satu hari, pemilik kebun minta dipetikkan buah delima. Ibrahim melakukannya, tapi pemilik kebun malah memarahinya karena delima yang diberikannya rasanya asam.
“Apa kamu tidak bisa membedakan buah delima yang manis dan asam,” tegumya.
“Aku belum pernah merasakannya, Tuan,” jawab Ibrahim.
Pemilik kebun menuduh Ibrahim berdusta. Ibrahim lantas shalat di kebun itu, tapi pemilik kebun menuduhnya berbuat riya dengan shalatnya.
“Aku belum pernah melihat orang yang lebih riya dibanding kamu.”
“Betul tuanku, ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi,” jawabnya. Dia pun dipecat, lalu pergi.
Di perjalanan, ia menjumpai seorang pria sedang sekarat karena kelaparan. Buah delima tadi pun diberikannya. Sementara itu, tuannya terus mencarinya karena belum membayar upahnya. Ketika bertemu, Ibrahim meminta agar gajinya dipotong karena delima yang ia berikan kepada orang sekarat tadi. “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” tanya pemilik kebun. “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu,” tegas Ibrahim.
Setahun kemudian, pemilik kebun mendapat pekerja baru. Dia kembali meminta dipetikkan buah delima. Tukang baru itu memberinya yang paling manis. Pemilik kebun bercerita bahwa ia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi delima, memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang kelaparan itu. “Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.
Tukang kebun yang baru lantas berujar, “Demi Allah, wahai majikanku. Akulah orang yang kelaparan itu. Dan tukang kebun yang engkau ceritakan itu dulunya seorang raja yang lantas meninggalkan istananya karena zuhud.” Pemilik kebun pun menyesali tindakannya, “Celaka, aku telah menyia-nyiakan kekayaan yang tak pernah aku temui.”
Menjelang kedatangannya di Kota Makkah, para pemimpin dan ulama bersama sama menunggunya. Namun tak seorang pun yang mengenali wajahnya. Ketika kafilah yang diikutinya memasuki gerbang Kota Makkah, seorang yang diutus menjemputnya bertanya kepada Ibrahim, “Apakah kamu mengenal Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang terkenal itu?” “Untuk apa kamu menanyakan si ahli bidah itu?” Ibrahim balik bertanya.
Mendapat jawaban yang tidak sopan seperti itu, orang tersebut lantas memukul Ibrahim, dan menyeretnya menghadap pemimpin Makkah. Saat diinterogasi, jawaban yang keluar dari mulutnya tetap sama, “Untuk apa kalian menanyakan si ahli bidah itu?” Ibrahim pun disiksa karena dia dianggap menghina seorang ulama agung. Tetapi, dalam hatinya Ibrahim bersyukur diperlakukan demikian, ia berkata, “Wahai Ibrahim, dulu waktu berkuasa kamu memperlakukan orang seperti ini. Sekarang, rasakanlah olehmu tangan-tangan penguasa ini.”
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan seorang bekas penguasa seperti Ibrahim bin Adham, dari pengalamannya memperbalki diri, dari kesendiriannya menebus segala kesalahan dan kelalaian, dari keikhlasan, kezuhudan, dan ketawadhuannya yang tak ternilai.

Kamis, 03 Maret 2011

Ego Dlm Cinta

Perjalanan cinta memang tidak semulus yang kita inginkan, kadang ada riak-riak kecil yang menggoda. Ibarat air dia akan beriak ketika melewati bebatuan. Ego datang tidak mengetuk pintu, dia tiba-tiba nongol dan mengalahkan cinta. Hanya kesabaran yang bisa menahan dia sehingga tidak menguasai hati. Marah, tersinggung itu wajar tetapi dendam hanya akan menyakiti diri sendiri. Terkadang mengalah tidak sepenuhnya berlaku ketika egonya terlalu. Untuk hal- hal yang prinsip diam memberikan pelajaran supaya ego tidak semena-mena. Namun jika memang salah maka mengakui kesalahan adalah sebuah keberanian dan kemenangan hati. Bersabar dan biarkan angin dingin meredam lahar kebencian, marah, dan ketersinggungan. Bersikap tenang seperti air dan biarkan fikiran mengalir ke hilir.

Cinta Itu Seni

Seperti pelukis memadukan ide dan gerakan tangan meracik warna sehingga tercipta sebuah karya lukisan yang penuh cita rasa yang lahir dari hati yang paling dalam. Begitu pula cinta, Jika cinta itu adalah warna kuas dan kanvas… maka dua insan berbeda inilah pelukisanya yang akan melukis disebidang kanvas putih. Haruslah jelas lukisan apa yang kan dibuat sehingga bisa saling memberi warna yang membangkitkan rasa bahagia.
Ketika di tengah perjalanan kita bingung harus memberi warna apa, cobalah istirahat sejenak dan bertanya warna apa yang saya inginkan, apakah merah, pink,hijau atau hitam. Sebuah karya yang bagus lahir dari perpaduan warna yang harmonis, jika masing  masing warna itu ingin berlomba menunjukan diri maka hasil lukisannya tidak seindah yang diinginkan.
Cinta adalah keselarasan hati yang tercipta dari perbedaan dengan rasa saling melengkapi yang menciptakan harmony jiwa.(mutiara cinta)

Jumat, 25 Desember 2009

Pembelajaran Kontekstual

MEDIA / ALAT PERAGA PEMBELAJARAN

BLOK ALJABAR

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam dunia pendidikan peran seorang guru sangatlah penting. Keberhasilan seorang guru dalam mengajar dan mendidik siswanya dapat dinilai dari perolehan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada suatu mata pelajaran yang dapat dicapai melalui proses belajar mengajar yang efektif. Salah satu upaya untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan pemilihan bentuk pembelajaran yang tepat dan menarik, dalam artian disesuaikan dengan karakteristik materi ajar atau bagaimana suatu materi diajarkan untuk memperoleh suatu hasil yang maksimal, Salah satu upaya untuk menciptakan kondisi tersebut adalah pemilihan dan penggunaan media/alat peraga yang tepat.
Media/alat peraga pembelajaran yang dimaksud adalah alat peraga yang memberikan pengalaman konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa dalam belajar. Proses pembelajaran yang menggunakan dapat merangsang kemampuan daya ingat serta merangsang kreatifitas guru dan siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Aljabar adalah suatu materi yang cukup rumit bagi siswa dibandingkan dengan materi yang lain. Karena bentuknya yang abstrak, maka diperlukan cara penyajian yang tepat dan menarik.

Pembelajaran Aljabar dengan menggunakan blok aljabar akan mengantar pemikiran siswa ke bentuk konkritnya aljabar sehingga diharapkan anak didik/siswa lebih cepat mengerti dan memahami materi tersebut


BAB II

PEMBAHASAN

A. Blok Aljabar
Mengingat terbatasnya media/alat peraga yang dimiliki sekolah, salah satu solusinya adalah membuat alat peraga sendiri, meskipun dari bahan yang sangat sederhana dan mudah didapatkan, blok aljabar ini cukup memadai untuk dipakai pada perlengkapan belajar matematika dalam kelas, bahkan siswapun dengan mudah dan cepat membuatnya.

B. Pembuatan Blok Aljabar
Bahan:
1. Karton (untuk papan peraga bisa diambil dari karton tempat lemari pendingin)
2. Cutter/pisau atau gunting
3. Isolasi hitam besar 1buah
4. Perekat 7 m
5. Lem
6. Tali rapia 60 cm
7. Kertas warna hijau 7 lbr (untuk warna dasar papan peraga)
8. Kertas warna putih 3 lbr (sebagai warna untuk blok negatif)
9. Kertas warna merah 3 lbr (sebagai warna untuk blok positif)


Proses Pembuatan:
Untuk papan peraga karton diukur dengan ukuran 80 cm x 60 cm, sedangkan untuk blok x2-an berukuran 5 cm x 5 cm, blok x-an berukuran 5 cm x 2,5 cm, blok satuan berukuran 2,5 cm x 2,5 cm, sedangkan untuk ditempel sebagai bingkai dibuat dengan ukuran 80 cm x 3 cm dan 54 cm x 3 cm, setelah itu papan peraga ditempel. Kertas warna hijau kemudian pinggir papan peraga ditempel karton yang berukuran untuk panjang 80 cm x 3 cm sedangkan untuk lebarnya 54 cm x 3 cm.Selanjutnya bingkai papan peraga ditempel isolasi besar warna hitam.Berikutnya perekat dilem pada papan peraga, maka selesailah proses untuk papan peraga.
Selanjutnya untuk blok-bloknya kita buat sesuai dengan ukuran diatas, kemudian sisi yang satu diberi perekat dan sisi yang lain ditempel kertas, untuk blok positif warna merah dan negative warna putih(ini untuk semua jenis blok)

C. Bekerja dengan Blok Aljabar
Model blok aljabar:


X2

-X2 Pasangan nol blok
Blok x2-an




4

x

-x
Blok x-an

1
-1
Blok 1-an
Pada pasangan nol blok, Blok yang berwarna merah bernilai positif dan blok warna netral/putih bernilai negative.

Dalam melakukan operasi hitung maupun memfaktorkan bentuk aljabar, misalnya x + 3, x2 + 2,(x + 2)(x + 3), (x + 3)(x – 4), (x – 2)(x – 1), (x2 – 9), (x2 + 6x + 5), (x2 – x – 6 ) dapat dilakukan dengan bantuan blok Aljabar .
Contoh : Operasi penjumlahan dan pengurangan
· x + 3



x +3





5
· x2 + 2



x2 + 2

Contoh : Operasi kali
· Tentukan hasil kali dari (x + 2)(x + 3)
x + 2

x

+3


untuk menyempurnakan menjadi sebuah blok besar diperlukan 6 blok satuan menutupinya, sehingga hasilnya menjadi 1 blok x2-an positif, 5 blok x-an positif dan 6 blok satuan positif, dalam bahasa matematikanya menjadi x2 + 5x + 6



6
· Tentukan hasil kali dari (x + 3)(x – 4)

x
+3
x

















-4
















untuk menyempurnakan menjadi sebuah blok besar diperlukan 12 blok satuan untuk menutupinya, sehingga hasilnya menjadi 1 blok x2-an positif, 1 lebih banyak blok x-an negatif dan 12 blok satuan negatif, dalam bahasa matematikanya menjadi x2 - x – 12
( ingat positif x negative hasilnya negative)










· Tentukan hasil kali dari (x – 2)(x – 1)

x
-2
x



-1



7
untuk menutupi blok besar diperlukan 2 blok satuan menutupunya, sehingga hasilnya menjadi 1 blok x2-an positif, 3 blok x-an negatif dan 2 blok satuan positif, dalam bahasa matematikanya menjadi x2 - 3x + 2 (ingat negatif x negative hasilnya positif)
· Faktorkanlah (x2 – 9)


x +3

x

-3

Pertama-tama tempatkan blok x2-an positif ( karena positif x positif = positif, kemudian pasang sebanyak 9 blok satuan negative pada salah satu sudutnya , kita tinggal menyempurnakan blok besar dengan menempatkan 3 blok x-an positif disamping blok x2 dan 3 blok x-an negative dibawah blok x2 , sehingga pemfaktorannya menjadi
(x + 3) (x – 3)
8
· Faktorkanlah (x2 + 6x + 5)

x +5
x
+1

Pertama-tama tempatkan blok x2-an positif ( karena positif x positif = positif, kemudian pasang sebanyak 6 blok satuan positif pada salah satu sudutnya , kita tinggal menyempurnakan blok besar dengan menempatkan 5 blok x-an positif disamping blok x2 dan 1 blok x-an positif dibawah blok x2 , sehingga pemfaktorannya menjadi
(x + 5) (x + 1)
· (x2 + x – 6)

x +3
x

-2 x -2
9
Pertama-tama tempatkan blok x2-an positif ( karena positif x positif = positif, kemudian pasang sebanyak 6 blok satuan negative pada salah satu sudutnya , selanjutnya kita menyempurnakan blok besar dengan menempatkan 2 blok x-an negatif disamping blok x2 dan 3 blok x-an positif dibawah blok x2 , sehingga pemfaktorannya menjadi (x - 2) (x + 3)












10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penggunaan alat peraga dapat memberikan rangsangan bagi siswa untuk mengikuti pelajaran sehingga siswa dapat lebih aktif, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian dan penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan yang akhirnya dapat menjadi salah satu usaha dalam meningkatkan prestasi belajar, khususnya prestasi belajar matematika.
Saran
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa sebaiknya kita senantiasa menerapkan cara/model yang cocok untuk materi tertentu agar materi tersebut dapat dimengerti /dipahami dengan baik.